Saturday, June 2, 2012

Media Audio Visual dan sejarah televisi Indonesia


Televisi merupakan sebuah media telekomunikasi yang digunakan untuk menerima gambar bergerak beserta suara sehingga tayangan tampak hidup dan nyata, apabila seorang tidak mendengar audio dengan jelas maka visual menjadi pendukung utama untuk menjelaskan isi tayangan. Keunggulan lain dari televisi adalah mampu memberikan penekanan secara efektif terhadap pesan atau maksud yang dituju dengan memberi pemusatan pandangan melalui visual/gambar. Sedangkan media lain seperti radio hanya berupa audio tanpa pendukung lain, media cetak hanya berupa visual yang butuh waktu untuk memahami dengan jelas bahkan yang hanya berupa tulisan maka seorang buta aksara tidak bisa menikmatinya.
Televisi memiliki pengaruh yang dahsyat karena penggunaan medium elektronik mampu memperkeras, memperluas dan mempertajam materi yang dipaparkan (Fred Wibowo, 2007: 18). Pada awal perkembangannya siaran televisi di Indonesia di lakukan oleh Televisi Republik Indonesia atau TVRI pada tahun 1962. Media ini menjadi media pemerintahan untuk menyampaikan informasi, memberikan edukasi serta hiburan pada masyarakat. Selama 27 tahun masyarakat Indonesia hanya bisa menyaksikan satu saluran televisi saja, kemudian sejak tahun 1989 perijinan siaran untuk televisi swasta digulirkan muncul beberapa stasiun televisi yaitu RCTI, TPI, INDOSIAR, TRANSTV, METROTV dan lainnya.
Masyarakat semakin dimanjakan dengan berbagai tayangan program yang variatif, kompetisi antar stasiun untuk mendapatkan tempat dihati penonton mendorong munculnya program-program baru. Lebih jauh televisi lokal berkembang di berbagai daerah seperti di Yogyakarta ada stasiun RBTV, JOGJATV, ADiTV kemudian di Jawa Timur stasiun JTV, dan dibeberapa kota di Jawa Timur seperti MadiunTV, BatuTV, DOHOTV dan lainnya.
Sekarang ini televisi tidak dilihat lagi sebagai sarana pendidikan (dalam arti pendidikan formal) dan juga tidak seharusnya (meskipun de facto demikian) sebagai alat promosi perdagangan. Lima fungsi yang pada umumnya diakui yaitu pengawasan situasi masyarakat dan dunia, menghubungkan yang satu dengan yang lain, menyalurkan kebudayaan, hiburan dan pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat (Ruedi Hofmann, 1999:54).
Televisi memiliki nilai informatif, edukatif dan hiburan, idealnya adalah nilai tersebut tersaji secara proporsional. Namun kecenderungan pada salah satu nilai akan muncul pada sebuah program acara televisi, dimana nilai hiburan adalah nilai yang paling laris. Ketika penonton dalam kejenuhan, rasa capek dan butuh hiburan televisi menjadi media termurah untuk mendapatkan hiburan apalagi dengan berbagai pilihan program yang variatif. Kepentingan bisnis menjadi kepentingan yang  tak terbantahkan dari sebuah stasiun televisi untuk menjaga keberlangsungan siaran, sehingga terkadang tayangan kurang memperhatikan kualitas program.
Kebutuhan masyarakat adalah modal utama sebuah stasiun televisi memproduksi sebuah program acara, karena audience adalah pasar. Produk media merupakan komoditi atau jasa yang ditawarkan untuk dijual kepada sekumpulan konsumen tertentu yang potensial, yang bersaing dengan produk media lainnya. Calon konsumen atau konsumen sebenarnya ini dapat diacu sabagai pasar…(Denis McQuail, 1994: 205).
Visual maupun  audio dalam tayangan televisi dapat dimanipulasi secara teknis dan trik yang kreatif sebagai daya tarik. Penciptaan sebuah program acara yang berkualitas secara konten maupun kepentingan bisnis, tidak lepas dari para personil didalamnya yaitu SDM yang profesional serta peralatan pendukung yang memadai. Setiap pogram acara yang diproduksi akan membutuhkan sebuah tim yang bisa bekerjasama. Setiap anggota harus mengerti benar apa yang mereka kerjakan sesuai jobdesk (deskripsi tanggungjawab) agar hasil produksi sesuai yang diinginkan dan bukan asal jadi. Selama proses produksi sebaiknya seluruh tim harus memahami konsep program acara yang sedang dibuatnya